Hukum Melaksanakan Aqiqah
Aqiqah/Akikah dalam istilah agama adalah sembelihan
untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT
dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama ia disebut
dengan nasikah atau dzabihah (sembelihan).
Hukum aqiqah itu sendiri menurut kalangan Syafii dan Hambali adalah sunnah muakkadah. Dasar yang dipakai oleh kalangan Syafii dan Hambali dengan mengatakannya sebagai sesuatu yang sunnah muakkadah adalah hadist Nabi SAW. Yang berbunyi, “Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR al-Tirmidzi, Hasan Shahih)
Makna Aqiqah
Kata Aqiqah berasal dari kata Al-Aqqu yang berarti memotong (Al-Qoth’u). Al-Ashmu’i berpendapat: Aqiqah asalnya adalah rambut di kepala anak yang baru lahir. Kambing yang dipotong disebut aqiqah karena rambut anak tersebut dipotong ketika kambing itu disembelih.
Dalam pelaksanaan aqiqah disunahkan untuk memotong dua ekor kambing
yang seimbang untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Dari Ummi Kurz Al-Kabiyyah Ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing”. (HR. Tirmidzy dan Ahmad)
Aqiqah Yang Sesuai Dengan Sunnah
Pelaksanaan aqiqah menurut kesepakatan para ulama adalah hari ketujuh dari kelahiran.
Hal ini berdasarkan hadits Samirah di mana Nabi SAW bersabda, “Seorang
anak terikat dengan aqiqahnya. Ia disembelihkan aqiqah pada hari ketujuh
dan diberi nama”. (HR. al-Tirmidzi).
Namun demikian, apabila terlewat dan tidak bisa dilaksanakan pada
hari ketujuh, ia bisa dilaksanakan pada hari ke-14. Dan jika tidak juga,
maka pada hari ke-21 atau kapan saja ia mampu. Imam Malik berkata : Pada
dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar
anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8
(delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah SWT : “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS.Al Baqarah:185)
Daging Aqiqah Lebih Baik Mentah Atau Dimasak
Dianjurkan agar dagingnya diberikan dalam kondisi sudah dimasak.
Hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan
satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan
tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari
ketujuh”. (HR al-Bayhaqi)
Daging aqiqah diberikan kepada tetangga dan fakir miskin juga bisa
diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal itu dimaksudkan
untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah. Dalilnya adalah firman
Allah, “Mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan,
dengan perasaan senang”. (QS. Al-Insan : 8). Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir. Namun demikian, keluarga juga boleh memakan.
Siapakah yang layak menerima daging sembelihan aqiqah ?
Mereka yang paling layak menerima sedekah adalah orang fakir dan
miskin dari kalangan umat Islam, begitu juga dengan aqiqah, mereka yang
paling layak menerima adalah orang miskin dikalangan umat Islam.
Walaubagaimanapun berdasarkan beberapa buah hadis dan amalan Rasulullah
dan sahabat kita disunatkan juga memakan sebahagian daripada daging
tersebut, bersedekah sebahagian dan menghadiahkan sebahagian lagi. Apa
yang membezakan aqiqah dan korban ialah kita disunatkan memberikan
sebahagian kaki kambing aqiqah tersebut kepada bidan yang menyambut
kelahiran tersebut. Wallahu’alam
Jumlah Hewan Aqiqah
Bayi laki-laki disunnahkan untuk disembelihkan dua ekor kambing dan
bayi wanita cukup satu ekor kambing saja. Dari Ammi Karz Al-Ka’biyah
berkata bahwa saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Untuk bayi
laki-laki disembelihkan dua ekor kambing yang setara dan buat bayi
wanita satu ekor kambing”.
Namun bila tidak memungkinkan, maka boleh saja satu ekor untuk bayi
laki-laki, karena Rasulullah SAW pun hanya menyembelih satu ekor untuk
cucunya Hasan dan Husein.
“Adalah Rasulullah SAW menyembelih hewan aqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing satu ekor kambing ?”. (HR Ashabus Sunan)
Aqiqah haruskah hewan jantan?
Baik dalam aqiqah maupun udhiyah (kurban)
tidak ada persyaratan bahwa hewannya harus jantan atau betina. Keduanya
bisa dijadikan sebagai hewan aqiqah atau kurban. Akan tetapi yang lebih
diutamakan adalah hewan jantan agar kelangsungan reproduksi hewan
tersebut tetap terjaga.
Hukum Aqiqah Dilaksanakan Dilain Negara/Kota
Tidak ada batasan yang mengharuskan agar pelaksanaan aqiqah dilakukan
di negeri/kota/kampung tempat kelahiran anak. Karena itu, Anda bisa
melakukan di mana saja sesuai dengan kemaslahatan yang ada.
Hukum memakan daging aqiqah
Daging selain disedekahkan juga bisa dimakan oleh keluarga yang
melakukan aqiqah. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah ra., “Sunnahnya dua
ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak
perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh
keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh”. (HR al-Bayhaqi). Wallahu a’lam bish-shawab.
Hukum Aqiqah Setelah Dewasa/Berkeluarga
Pada dasarnya aqiqah disyariatkan untuk dilaksanakan pada hari
ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa, maka pada hari keempat belas.
Dan jika tidak bisa pula, maka pada hari kedua puluh satu. Selain itu,
pelaksanaan aqiqah menjadi beban ayah.
Namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia
bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni
bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah
ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab,
“Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik
melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.
Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka,
anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya,
dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Hewan Untuk Aqiqah
Masalah kambing yang layak untuk dijadian sembelihan aqiqah adalah
kambing yang sehat, baik, tidak ada cacatnya. Semakin besar dan gemuk
tentu semakin baik. Sedangkan masalah harus menyentuhkan anak kepada
kambing yang akan disembelih untuk aqiqahnya, jelas tidak ada dasarnya.
Barangkali hanya sebuah kebiasaan saja.
Pemberian Nama Anak
Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan
yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash
syari yang menyatakan hal tersebut.
Dari Abu Hurairoh Ra, Nabi SAW bersabda: “Kemudian Aslam semoga Allah menyelamatkannya dan Ghifar semoga Allah mengampuninya”. (HR. Bukhori 3323, 3324 dan Muslim 617)
Ibnu Al-Qoyyim berkata: “Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia
akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan
dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan
seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”. Dan jika
anda ingin mengetahui pengaruh nama-nama terhadap yang diberi nama
(Al-musamma) maka perhatikanlah hadits di bawah ini:
Dari Said bin Musayyib dari bapaknya dari kakeknya Ra, ia berkata:
Aku datang kepada Nabi SAW, beliau pun bertanya: “Siapa namamu?” Aku
jawab: “Hazin” Nabi berkata: “Namamu Sahl” Hazn berkata: “Aku tidak akan
merobah nama pemberian bapakku” Ibnu Al-Musayyib berkata: “Orang
tersebut senantiasa bersikap keras terhadap kami setelahnya”. (HR. Bukhori) (At-Thiflu Wa Ahkamuhu/Ahmad Al-’Isawiy hal 65)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh.
Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
“Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan
hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur”. (HR. at-Tirmidzi).
Dalam kitab al-Muwaththâ` Imam Malik meriwayatkan bahwa Fatimah
menimbang berat rambut Hasan dan Husein lalu beliau menyedekahkan perak
seberat rambut tersebut.
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang
jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya
mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja
semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin -insya Allah-
semakin besar pula sedekahnya.
Doa Menyembelih Hewan Aqiqah
Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin.
Artinya : Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari
Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari ummat Muhammad.” (HR Ahmad,
Muslim, Abu Dawud)
Doa bayi baru dilahirkan
Innii u’iidzuka bikalimaatillaahit taammati min kulli syaythaanin wa haammatin wamin kulli ‘aynin laammatin
Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang
Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta
gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang
dilihatnya. (HR. Bukhari)